24 April 2008

Guru, Pelajar dan Video-Game

Phew... Liyat 'kelakuan' guru-guru jaman sekarang saya jadi membandingkan dengan 'perlakuan' guru saya waktu saya masih TK (yg ini ingatan saya keropos) SD, MTs dan MA (pesantren) dulu.. Kalo saya bolos, saya langsung dipanggil + disidang. Kalo saya ngerokok, saya dihukum push-up. Kalo saya nyontek langsung digelandang dan garap di ruang guru. Kalo saya kurang respek saya dinasehatin. Kalo saya gak bisa menjawab soal (terlebih hapalan, huhuhu), saya dihukum --waktu itu yan paling parah adalah cubitan menjalar di tangan. Dan meskipun waktu itu saya sebel, tapi MEMANG ITULAH seharusnya tugas guru: Mengingatkan anak didiknya supaya tetep jalan lurus..

Duluw, saya gak pernah liyat berita kayak gini, atau yang ini, dan yang paling bikin saya geleng-geleng tu ini. Kalo kamu males liyat link berita yang ini, saya kasi summary-nya : Belasan Guru Ubah Jawaban UAN..

Hohohoho.. Kayaknya saya kok jadi sok suci yah?!

Well, beberapa orang eh peserta-ujian mungkin mikir, "Wah, mulia sekali niat guru itu.. Dia mengubah jawaban agar semua anak didiknya lulus.. " *sambil nangis terharu* Kemudian dikembangkan lagi, "Iya, itu suatu tindakan yang terpuji, sebab kalau si anak tidak lulus, dia akan membebani orang tuanya lagi dengan uang SPP dan biaya-biaya laennya.." *hiks.. masih terharu*

Like hell!!!

"Kalau saya tau kertas ujian saya 'diotak-atik' saya akan marah. Beneran!! Saya yakin dengan jawaban saya. Saya yakin saya bisa, dan saya tak sudi kemampuan saya direndahkan dengan cara me-revisi jawaban saya.." Teriak seorang kawan. Hoped, kalimat barusan terlintas di benak setiap pelajar.

Saya gak mau muna, saya juga sering nyontek kok waktu masih sekolah. Dan hasilnya --baru terasa ketika saya sudah nggak sekolah lagi-- saya ingat betul : Nothing! Nilai 9 'siluman' yang tertera di kertas ulangan itu tidak sama dengan nilai yang tertera di otak saya. Kalau misalnya dulu ada ujian lisan / wawancara gt, dijamin saya gak lulus!!! Huhuhuhu.. Otak saya memang parah...

Saya bisa mafhum --malah mendukung, kalau ada pelajar yang diluluskan karena 'dia menguasai 1 materi dengan nilai luar biasa bagus!!'. Meskipun nilai-nilai lainnya --misalnya matematika, fisika, kimia, atau sejarah-- anjlok dan terbakar, dia boleh lulus kalau nilai geografinya 100 sahih. Kenapa, va? Karena menurut saya, setiap manusia punya 1 potensi yang dia kuasai -meski tak disadari.

Sherlock Holmes, detektif terkenal ciptaan Conan Doyle tu mempunyai kemampuan deduksi yang hebat, tapi dia tidak tau kalau bumi berputar mengelilingi matahari. Albert Einstein, mbah jenius itu lambat dalam berbicara dan dianggap 'terbelakang' oleh guru-gurunya.

Dan ujian, tes, ulangan atau apapun itu namanya adalah cara untuk menemukan potensi manusia yang dimiliki. Guru suhu saya pernah bilang, "Ujian itu untuk belajar, bukan belajar untuk menghadapi ujian!!" Maksudnya, dengan menjalani 'ujian' kita jadi tahu di mana letak kelebihan dan kekurangan kita. Anggap aja maen game, kalo kita belum mampu naik ke level berikutnya, begitu game over, kita harus mengulang lagi dari depan. Melibas musuh-musuh dan menghajar boss. Gamer (baca: pelajar) sejati, tidak akan mencari cheat-code --untuk membuat amunisi lengkap tak terbatas, atau bikin tubuh jagoan kebal dari serangan musuh. Gamer sejati akan menghadapi serangan-serangan musuh dan memikirkan strategi perang yang efektif untuk mencapai tujuan: Kepuasan!!

Saya yakin, para pelajar lebih puas melihat nilai dari hasil keringatnya sendiri, daripada hasil revisi dari guru-guru.

Kalau kamu?
-ova-

Tidak ada komentar: